Kenapa Takut Menikah
Kenapa Takut Menikah
Menikah adalah satu fase dalam kehidupan manusia yang mendebarkan dan penuh warna. Boleh dibilang, menikah merupakan etape awal bagi seseorang untuk memulai kehidupan sesungguhnya. Tapi kenyataannya, tidak sedikit orang acapkali ragu-ragu atau bahkan takut menghadapi. Keengganan untuk segera menikah ini dipicu ketakutan menghadapi berbagai beban berat yang akan dipikul atau belum tercapainya cita-cita yang diimpikan. Dan segudang alasan lain yang menyebabkan orang menunda pernikahan, seperti ; merasa belum siap mental ataupun materi, merasa terkekang atau masih muda usia.
Kata "Menikah"semakin menyeramkan tatkala orang memandangnya sebagai suatu penjara yang membelenggu kebebasan manusia, serta merantai keinginan dan kehidupannya. Hidup menjadi terpasung ketika telah
memutuskan untuk menikah. Mereka tidak ingin memasuki " Kerangkeng " seperti layaknya seorang tawanan. Karena itu, mereka menganggap pernikahan sebagai malapetaka, bukan nikmat, menganggap pernikahan sebagai azab bukan rahmat. Ujung-ujungnya, mereka enggan menikah dan berusaha untuk menghindarinya, serta lebih memilih hidup membujang.
Sementara disisi lain, ada juga kalangan yang beranggapan bahwa pernikahan sebagai hiburan dan kenikmatan sesaat. Kondisi ini terang saja mengoyak-oyak tatanan agama yang luhur karena menikah dianggapnya sebagai tempat untuk menyalurkan hawa nafsu semata. Maka dari itu, tak mengherankan bila menikah hanyalah simbol formalitas yang dijadikan dalih untuk menggaet perempuan.
Seperti yang diutarakan oleh Ash-Shabuni, ada lima manfaat dari pernikahan yaitu :
Pertama, pernikahan merupakan jalan orang untuk melanjutkan keturunan.
Kedua, menikah bisa melindungi diri dari setan dan mencegah jeratan hawa nafsu yang jahat, sebab jika nafsu syahwat bergejolak maka akal maupun agama tidak mampu melawannya.
Ketiga, menikah dapat menenangkan jiwa, menghibur dengan suasana rileks, serta menguatkannya untuk taat beribadah.
Keempat, menikah dapat memberi ketenangan dan mengosongkan hati dari urusan pengaturan rumah tangga.
Kelima, dapat melatih orang untuk lebih bertanggung jawab kepada keluarga.
Dengan memahami kemuliaan nilai-nilai itu, maka sudah barang tentu islam sangat menentang konsep At-Tabattul yang muncul dilakangan sebagian kaum muslim. Tabattul yang artinya memutuskan dari kaum perempuan dan tidak menikah dalam rangka berkonsentrasi untuk ibadah kepada Allah SWT, sangat bertentangan dengan fitrah dan tidak mencerminkan ajaran agama sama sekali.
Islam adalah agama yang mudah dan toleran. Karena itu dalam menikahpun, agama tidak memberikan syarat-syarat yang membebankan. Soal mahar, misalnya orang tidak perlu repot-repot harus mengusahakan mahar mahal yang bisa jadi justru memberatkan calon pengantin pria sebagaimana adat yang berlaku di beberapa daerah. Rasulullah SAW bersabda : " Menikahlah walau hanya dengan satu cincin besi, " (HR. Bukhari). Dengan demikian, anggapan bahwa mahar sebagai dasar dalam membangun mahligai rumah tangga adalah sebuah kekeliruan yang mesti diluruskan. Sebab jika itu menjadi dasar, maka siapapun yang bisa membayar mahar lebih besar, maka dialah yang paling berhak dan paling layak untuk menikahi anak perempuan.
Rasanya suatu amalan yang terpuji ketika orang bisa sesegera mungkin menjalankan sunnah Nabi. Tidak ada lagi kata Kenapa takut menikah.
Masa depan menanti anda dan tidak semestinya harus ada kata Kenapa takut menikah "Barang siapa yang menyukai fitrahku, maka hendaklah ia mengikuti sunnahku, dan sesungguhnya sunnahku adalah Menikah" (HR. Bukhari).
Menikah adalah satu fase dalam kehidupan manusia yang mendebarkan dan penuh warna. Boleh dibilang, menikah merupakan etape awal bagi seseorang untuk memulai kehidupan sesungguhnya. Tapi kenyataannya, tidak sedikit orang acapkali ragu-ragu atau bahkan takut menghadapi. Keengganan untuk segera menikah ini dipicu ketakutan menghadapi berbagai beban berat yang akan dipikul atau belum tercapainya cita-cita yang diimpikan. Dan segudang alasan lain yang menyebabkan orang menunda pernikahan, seperti ; merasa belum siap mental ataupun materi, merasa terkekang atau masih muda usia.
Kata "Menikah"semakin menyeramkan tatkala orang memandangnya sebagai suatu penjara yang membelenggu kebebasan manusia, serta merantai keinginan dan kehidupannya. Hidup menjadi terpasung ketika telah
memutuskan untuk menikah. Mereka tidak ingin memasuki " Kerangkeng " seperti layaknya seorang tawanan. Karena itu, mereka menganggap pernikahan sebagai malapetaka, bukan nikmat, menganggap pernikahan sebagai azab bukan rahmat. Ujung-ujungnya, mereka enggan menikah dan berusaha untuk menghindarinya, serta lebih memilih hidup membujang.
Sementara disisi lain, ada juga kalangan yang beranggapan bahwa pernikahan sebagai hiburan dan kenikmatan sesaat. Kondisi ini terang saja mengoyak-oyak tatanan agama yang luhur karena menikah dianggapnya sebagai tempat untuk menyalurkan hawa nafsu semata. Maka dari itu, tak mengherankan bila menikah hanyalah simbol formalitas yang dijadikan dalih untuk menggaet perempuan.
Seperti yang diutarakan oleh Ash-Shabuni, ada lima manfaat dari pernikahan yaitu :
Pertama, pernikahan merupakan jalan orang untuk melanjutkan keturunan.
Kedua, menikah bisa melindungi diri dari setan dan mencegah jeratan hawa nafsu yang jahat, sebab jika nafsu syahwat bergejolak maka akal maupun agama tidak mampu melawannya.
Ketiga, menikah dapat menenangkan jiwa, menghibur dengan suasana rileks, serta menguatkannya untuk taat beribadah.
Keempat, menikah dapat memberi ketenangan dan mengosongkan hati dari urusan pengaturan rumah tangga.
Kelima, dapat melatih orang untuk lebih bertanggung jawab kepada keluarga.
Dengan memahami kemuliaan nilai-nilai itu, maka sudah barang tentu islam sangat menentang konsep At-Tabattul yang muncul dilakangan sebagian kaum muslim. Tabattul yang artinya memutuskan dari kaum perempuan dan tidak menikah dalam rangka berkonsentrasi untuk ibadah kepada Allah SWT, sangat bertentangan dengan fitrah dan tidak mencerminkan ajaran agama sama sekali.
Islam adalah agama yang mudah dan toleran. Karena itu dalam menikahpun, agama tidak memberikan syarat-syarat yang membebankan. Soal mahar, misalnya orang tidak perlu repot-repot harus mengusahakan mahar mahal yang bisa jadi justru memberatkan calon pengantin pria sebagaimana adat yang berlaku di beberapa daerah. Rasulullah SAW bersabda : " Menikahlah walau hanya dengan satu cincin besi, " (HR. Bukhari). Dengan demikian, anggapan bahwa mahar sebagai dasar dalam membangun mahligai rumah tangga adalah sebuah kekeliruan yang mesti diluruskan. Sebab jika itu menjadi dasar, maka siapapun yang bisa membayar mahar lebih besar, maka dialah yang paling berhak dan paling layak untuk menikahi anak perempuan.
Rasanya suatu amalan yang terpuji ketika orang bisa sesegera mungkin menjalankan sunnah Nabi. Tidak ada lagi kata Kenapa takut menikah.