Memuliakan Tamu
Memuliakan Tamu
Salah satu sunnah Nabi adalah menghormati serta memuliakan tamu yang berkunjung kerumah kita. Memuliakanya dengan jamuan makanan atau minuman. Jika ada dan memungkinkan, bukan saja hal yang terpuji, namun sangat dianjurkan, jika kita ingin itba' (mengikuti perilaku) Nabi SAW. Sosialisasikan kebiasaan menyantuni tamu dengan baik.
Suatu hari Rasulullah kedatangan seorang tamu dari penampilannya itu bisa langsung di tebak, bahwa ia orang yang sangat miskin "saya sedang dalam kesempitan, Ya Rasululluh. Tak ada sesuatu pun yang saya punyai, "Jelas tamu itu ketika mempersilahkannya masuk kedalam rumah.
Begitu tamu itu duduk, Rasulullah langsung beranjak ke belakang menemui istrinya. Kepada istrinya, beliau mengatakan ada seorang tamu yang sedang dalam kesusahan. "Kita sendiri tidak mempunyai apa-apa yang bisa kita berikan, yang ada hanya air putih saja." Mendengar penjelasan istrinya itu, Rasulullah sedikit kecewa karena tak berkesempatan menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan. Rasulullah balik ke ruang tamu menemui para sahabatnya.
"Siapa diantara kalian yang bersedia menjamu tamu malam ini? Ia akan beroleh rahmat dari Allah SWT."
"Saya, ya Rasulullah. Biarlah tamu itu menginap di rumahku saja." salah satu di antara para sahabat Nabi dari golongan Anshar menawarkan diri.
Orang Anshar itu pun pulang kerumah. Sesampainya di rumah, ia menemui istrinya dan bertanya kepadanya apa yang mereka miliki hari itu.
"Wahai istriku! Tadi aku menyanggupi tawaran Rasulullah untuk menjamu tamunya yang sedang dalam kesusahan malam ini. Adakah makanan yang kita dapat jamukan untuk tamu kita itu?"
"Sesungguhnya yang kita miliki cuma nasi untuk anak kita saja, kalau ini kta sajikan, maka anak kita tidak dapat makanan malam ini."
"Kalau begitu, bujuklah anak kita untuk segera tidur agar ia tidak merasakan kelaparan."
"Tapi nasi itu tinggal sedikit saja, tidak cukup untuk berdua."
"Begini saja, waktu tamu itu sudah datang, kamu pura-pura tidak sengaja mengibaskan lilin itu hingga padam. Nanti tamu itu kita persilahkan makan diwaktu gelap. Saya akan menemaninya sambil berpura-pura makan juga. Bila selesai ia makan, maka usahakan lilin sudah bisa dinyalakan."
"Baiklah suamiku, aku akan melakukan hal seperti itu."
Pada waktu tamu itu datang, maka dilaksanakanlah sandiwara tersebut. Esok harinya ketika seorang Anshar dan istrinya bertemu Nabi, sebelum sempat berkata apa-apa, Nabi langsung tersenyum sambil berkata kepada mereka, "Aku benar-benar kagum dan hormat terhadap usaha kalian berdua kepada tamu mu malam itu."
Demikianlah salah satu kisah pada zaman Nabi SAW, tentang keutamaan melayani tamu.
Dalam ajaran Islam, memuliakan tamu itu dengan memberikan hak-haknya, antara lain ; menerima dengan baik, melayani dengan ikhlas keperluannya selagi mampu, dan menyatakan dengan baik jika tidak mampu. Nabi menegaskan : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia memuliakan tamu." (HR. Bukhari)
Begitu terpujinya memuliakan tamu hingga nilainya sejajar dengan beriman kepada Allah dan hari kemudian (Kiamat). Dengan kata lain, belumlah disebut beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, selama ia tidak memuliakan tamunya. Apabila tamu datang, bagaimana bentuk dan rupa tamu itu, siapapun dia (selama tidak berniat mencelakakan), kaya, miskin, muslim atau non muslim, maka diperintahkan Allah untuk memuliakan tamu adalah bentuk suatu ibadah juga.